RAPOT MERAH SANG ORATOR
Setiap
masa ada waktunya setiap waktu ada masanya begitulah kira kira Bahasa yang
tepat untuk era yang entah kenapa disebut sebagai era Kids Zaman Now. Mereka terlahir di
generasi yang sering orang orang sebut sebagai generasi milenial, calon pemimpi
masa depan. Itulah yang menjadi beban bagi mereka yang sebenarnya tak pernah
menyangka akan diberikan mandat seberat itu. Ide dan semangat yang menggebu
gebu ada dalam diri mereka tanpa disadari mereka juga sebagai pecundang zaman
yang terlena oleh kemajuan teknologi, buku kadang di nomor dua kan gadget yang dijadikan
kitab pedoman.
Manusia golongan ini menjelma sebagai sosok yang
yang dianggap mumpuni dalam aspek apapun, itu dari segi pandang masyarakat
luas. Menyandang predikat sebagai mahasiswa adalah dambaan bagi setiap orang.
Berbagai macam hal yang membuat predikat ini menjadi rebutan dan incaran bagi
kebanyakan orang yang suka mementingkan kenikmatan dunia, di
antaranya memuaskan dahaga akan ilmu atau ingin meningkatkan status social
ekonomi di masa yang akan datang, tapi tidak heran juga ada yang hanya sekedar
untuk gengsi. Semenjak pertama kali menginjakan kaki di perguruan tinggi yang
seterusnya disebut kampus, tidak lain yang ada di benak mereka ialah dapatkan
nilai yang bagus,cepat lulus, dapat pekerjaan dan hidup mapan. Seiring berkembanganya
pengetahuan mereka atas lingkungan kampus, lambat laun pemikiran yang seperti
itu hilang dari benak mereka. Hanya sepersekian persenlah yang tetap pada misi
pertama. Sedangkan yang lainya hanyut dalam euphoria
yang masing masing digeluti oleh mereka. Ada yang memilih membentuk komonitas
baik itu hobby maupun hanya sekedar
hura hura, nongkrong di café café ternama, dalam mall mall yang full ac dan ada
pula yang sibuk bersama organisasinya, baik itu intra ataupun ekstra kampus.
Organisasi
ekstra kampus ini menjadi hal yang
menarik bagi setiap mereka yang menyukai diskusi walupun hanya sekedar mampir
ngopi atau berjumpa sang pujaan hati dalam kumpulan organisasi yang di ikuti. Mahasiswa
tipe inilah yang biasanya hampir sebagian banyak dari mereka mengganggap kuliah
itu tidak penting. Mereka lupa bahwa semenjak mencantumkan nama dan registrasi
pembayaran SPP pertama niat tulus orang tua ialah melihat anknya duduk manis di
bangku kuliah dan memperoleh hasil belajar yang maksimal.
Diskusi menjadi sarapan
hari hari mahasiswa tipe ini, belajar politik mungkin bias jadi bahasan yang
menarik. Mereka selalu mengikuti perkembangan dunia perpolitikan skala nasyonal
maupun internasyonal. Tidak jarang mereka membuat gerakan perubahan yang dianggap
pantas oleh mereka tanpa mengesampingkan prosedur dan tatacara dalam
menyampaikan kritik serta pendapat kepada Lembaga ataupun instansi yang
dianggap tidak berpihak pada kepentingan khalayak luas. Demonstrasi menjadi
senjata ampu mereka untuk menyampaikan aspirasi, jika menemui titik buntu tidak
jarang denmonstrasi berakhir dengan anarki.namun keberanian itu kisah mahasiswa
Zaman Old, berbanding jauh dengan mahasiswa Zaman Now.
Sering keluar dari mulut mereka
bahwa birokrasi dan instansi kampus tidak memadai dan tidak mendukung gerakan
mahasiswa dalam memperbaiki kondisi negri. Itu memang bukan tugas kampus yang
secara logis diterima, tugas kampus hanyalah mendidik anda, membentuk pola piker
anda, menghantarkan anda mendapatkan gelar sarjana dan memberikan anda ijazah. Dulu ketika mendengar nama mahasiswa, maka orang akan
berdecak kagum dan iri, mereka menjadi tombak utama dalam perombakan
struktur negri. Kemunduran
peran mahasiswa ini, bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal itu bersumber dari dalam diri mahasiswa itu, berkaitan dengan
kurangnya motivasi maupun kesadaran dari dalam jiwa. Sedangkan pada kali ini
akan diungkapkan masalah eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar tubuh
seseorang seperti teman, serta pola kegiatan yang dilakukan. Kecanggihan
teknologi turut mensponsori turunnya minat baca mahasiswa, karena kewajiban itu
telah bergeser ke kebiasaan yang dirasa lebih “menyenangkan” bagi mahasiswa,
seperti bermain game, kecanduan jejaring sosial, dan nge-rumpi.
Dengan alasan merefresh otak,
terkadang mahasiswa mampu menghabiskan waktu berjam jam di depan monitor untuk
bermain game, padahal penggunaan dalam jangka waktu yang lama, akan
berdampak buruk bagi kesehatan, terutama kesehatan mata, punggung, dan otot
otot sekitar tangan. Selain merugikan diri sendiri, kecanduan game dapat
membuat mahasiswa tidak dapat membagi waktu dengan baik, tugas-tugas dapat
terbengkalai sehingga peran mahasiswa tidak terlihat lagi. Cara berdiskusi
mahasiswa masa kini pun telah berubah, karena yang dibahas bukan lagi masalah
pelajaran maupun negara, melainkan masalah gosip-gosip terbaru yang tengah
tumbuh subur di lingkungan sekitarnya. Keingintahuan seseorang terhadap urusan
pribadi orang lain, atau yang lebih sering disebut Kepo, kini
telah menjadi budaya mahasiswa. Tak hanya lingkup sekitar tapi juga lingkungan
yang lebih luas.
Baru baru ini kita telah menikmati
sajian yang sedikit menggemaskan dari oknum mahasiswa yang mengkritik pucuk
pimpinan pemerinta dengan simbol kartu berwarna kuning. Keberanianya patut kita
acungi jempol, namun tidak sedikit pula kalangan yang mengkritik aksi tersebut
sebagai jurus panjat sosial, mungkin agar bias terkenal…! Mahasiswa memang
bukan pekerja sosial. Tetapi mahasiswa harus mampu menunjukkan bahwa mereka
adalah agen yang siap menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di
masyarakat, dan siap memberikan gagasan cerah dengan sikap optimisnya pada saat
menghadapi suatu persoalan. Atau minimal, mahasiswa harus jeli melihat sesuatu
yang dapat dikategorikan sebagai sebuah permasalahan. Kebiasaan kebiasaan lama
yang telah tergerus hendaknya kembali dibangun, dengan mengurangi kegiatan
kegiatan yang merugikan diri sendiri dengan kegiatan yang lebih bermanfaat,
agar tujuan bersama negara ini dapat tercapai.
Maka dari itu janganlah
menjadi mahasiswa asal asalan Kehidupan
kampus yang merupakan salah satu proses kehidupan, yang mampu memberikan
gambaran masa depan setiap personal yang terlibat di dalamnya. Ini bisa dilihat
dari out put yang telah tercover menjadi sarjana. Jalan hidup yang dipilihnya
rata-rata hanyalah melanjutkan aktivitas yang dibiasakannya ketika di bangku
perkuliahan.
Oleh karena itu hendaklah mahasiswa sedini
mungkin pandai-pandai mendeteksi eksistensi berbagai pengaruh yang setiap saat
menyerang pemikirannya yang tentu saja pemikiran itu akan mempengaruhi pola
kehidupannya, sekarang, dan nanti.
Reference : *Sri
Rahayu ‘fenomena mahasiswa masa kini’ Kompasiana 2011
*Qori Handayani ‘inikah budaya
mahasiswa masa kini ?’Kompasiana 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar