PURNAMA SIANG (PUTRA BORNEO)



PURNAMA SIANG (PUTRA BORNEO)

            Semua masa ada waktunya dan semua waktu ada masanya, lingkungan dan situasilah yang menjadi sebuah jawaban. Lambat laun sebuah arti cinta dan cita cita bersaut dalam satu nada dengan alur cerita yang hampir sama. Proses demi proses terbentuk dengan sendirinya memukul, menerjang dan menerkam sang pemilik rasa yang hakiki dalam raga seorang anak manusia. Cita cita menjadi dasar utama dalam sebuah alur hidup  sang pemilik nama, sepenuh hati, jiwa dan raga bahkan perasaan perlu dikorbankan dalam hal ini. Tidak banyak yang diketahui sebagai umat, yang bisa dilakukan ialah berusaha terus menerus berbuat hingga tercapainya sebuah harapan demi masa depan yang di impikan.
            Sering terbesut  dalam benak apa yang layaknya dilakukan olehnya  untuk mengubah tarap hidup sebagai manusia yang kurang beruntung. Terlahir dari keluarga tidak miskin kurang kaya, tapi sederhana mengajarinya arti hidup yang sesungguhnya, manakala ia sempat prustasi depresi dan kehilangan akal sehatnya, ya itu merupakan suatu hal yang manusiawi. Jelas saja tidak muda menjadi penggagas sebuah rute baru dalam kehidupan keluarga dari yang biasa hidup sedernahan namun sering dicela oleh sesame, ia ingin merubah cerita lama nan menyedihkan itu didalam satu kemasan ajaib yang ia anggap mungkin terjadi.
Tumbuh dan besar dilingkungan pedesaan yang jauh dari keramaian kota membuat dirinya tak patah semangat dalam menggapai mimpi. Menjadi seorang petani bukan cita cita yang mustahil, tanpa sekolahpun ia bisa mencapainya, namun ia rasa itu tidak cukup, ia harus bersekolah. Petani modern lah yang menjadi impianya kelak akan mengubah desanya yang teramat jauh tertinggal itu menjadi desa maju nan kaya akan hasil bumi yang di olah dari masyarakat sekitar, hanya sesederhana itu impianya. Begitulah kira kira kisah hidup si Bone kecil, begitu teman teman sekelasnya memanggil, yang bernama lengkap Purta Borneo.
Terlahir dikeluarga berlatar belakang Ayah seorang muslim dan ibu  Hindu, di pedalaman Kalimantan Tengah Indonesia, mengajarinya akan pentingnya toleransi. Bone, bertubuh kecil berbadan kurus dengan kulit sedikit gelap, dengan mata yang sedikit sipit yang merupakan keturunan cina ini  merupak juara bertahan dikelasnya, kemampuanya dalam menangkap ilmu pelajaran mengungguli kemampuan teman teman lain. Semenjak kelas 3 SD dia mulai memiliki pikiran lebih dewasa dari anak seumuranya, bukan kebetulan dimassa itu orangtuanya mengalami himpitan ekonomi yang sangat terpuruk, ayahnya mengalami PHK dari perusahaan tempat ia bekerja. Bone lecil yang hidup dan tinggal sekolah Bersama neneknya itu mendengar kabar ayahnya tidak lagi bekerja, jajanan bualanyapun mulai dipotong pengirimanya.
 Bon “ ayahmu tidak lagi bekerja ia dikeluarkan dari pekerjaan tapi uang jajanmu masih dikirim, tenang saja… hanya jumlahnya tidak lebih banyak dari biasanya’’ kalimat sang nenek berusaha untuk menenagkanya sembari melemparkan senyum dengan struktur gigi yang tidak lagi lengkap. “Kenapa ayah dikeluarkan nek…?Apa berbuat salah, apa dia korupsi uang perusahaan? “cecaran pertanyaan yang diajukan Bone kepada neneknya dengan wajah lugu yang memelas, kasihan. “Kelak engkau akan faham jika sudah dewasa dan mulai bekrja Bon, 2 bulan lagi ibu, ayah, dan adekmu akan kembali kesini kamu bersiap siaplah, sampaikan pada mereka bahwa kamu raih juara lagi dikelas” jawaban bijak sang nenek agar Bone tetap semangat dalam belajar. Dengan banyak pertanyaan yang dibenak Bone menjawab dengan sedikit merintih “ia nek… “. 
Hari demi hari yang dijalani penuh dengan misteri, pertanyaan terus menghantui, dalam benak seorang anak yang berusia 10 tahun. Atas pernyataan neneknya yang membuat dia bingung sekaligus gelisah, ribuan pertanyaan muncul dibenaknya entah kepada siapa ia bertanya. Kinerja otaknya pun kian melemah tatkala ia belajar dan menjadi susah menerima ilmu yang di sampaikan oleh guru gurunya.
Waktu terus bergulir dan kini Bone kecil pun naik ke kelas empat sekolah dasar. Tentu biaya kian tahun makin bertambah, maklum pada saat itu belum ada program wajib belajar Sembilan tahun. Sementara itu dalam waktu yang bersamaan keluarganya kembali hidup dan tinggal bersamanya, ayahnya berusaha untuk mencukupi kebutihan hidup mereka dengan bercocok tanam dengan hasil yang pas pasan untuk melanjutkan hidup. Himpitan ekonomi itu sudah menjadi jajanan harianya, berangkat hingga pulang sekolah dengan bertelanjang kaki itu hal yang normal baginya. Begitu pula dengan urusan perut ketika ia disekolah sering di nomor sekiankan, ia tidak pernah meminta uang jajan kepada ayah ataupun ibunya karena ia tau hal itu akan membuat kerutan di dahi ayahnya semakin bertambah. Bukan, ayahnya tidak memarahinya jika meminta uang jajan, namun itu menjadi pertimbangan baginya dengan penghasilan sebagai petani yang tidak lebih dari tiga puluh ribu perharinya, ya …!!! Bisa dibilang hanya cukup untuk mengganjal perut keluarga kecil mereka dengan beranggotakan 4 orang itu.
Demikian dengan ibunya berusaha mencari pekerjaan serabutan dengan bekerja sebagai buruh kerja di perusahaan rotan dengan mengambil bagian sebagai penganyam yang belum tentu penghasilanya. Seiring pertumbuhan bone kecil berusaha dengan sendiri untuk mencukupi kebutuhan sekolahnya setelah ia mendengar lantunan kalimat yang disampaikan ibunya.
Sang ibu  pun kian semakin kesulitan untuk membiayaiku. Bahkan sempat terdengar di telinga perkataan ibu yang menginginkan agar Bone berhenti sekolah, karena tak sanggup lagi dengan biaya yang semakin bertambah, hal terebut tentu membuat seorang Bone kian terpukul.


Senada ibunya pun mngatakan “Nak… maafkan ketidak sanggupan ibu dalam mengurus kamu, ibu rasa perjuangan mu untuk menimba ilmu cukup sampai disini, ibu tidak memiliki apa-apa sekarang. Jadi maafkan ibu” mendengar hal tersebut membuat bone terhenyak sejenak, terlintas dipikiranya akankah semua cita citaku ini akan berakhir seburuk ini ?
Mendengar hal itu bukan menjadi tombak keputus asaan bagi seorang Bone dia terus berusaha sempunya untuk mencukupi biaya sekolah dengan mulai berjual kue kue basah sayuran bahkan ikan ikan dari pasar dia ambil di pengepun dan menjualkanya kembali di kampungnya. Sewaktu ia berjualan ia sering beristirahat dibawah pohon rindang sembari membaca buku pelajaran yang ia suka, buku pelajaran Bahasa Indonesia, ia…!!! buku itu merupakan buku pemberian ayahnya ketika ayahnya masih bekerja.
 Sembari membaca sesekali ia menengok keatas, memandang langit yang sedikit berawan. Muncul anganya “andai aku jadi bulan yang begitu besar, tidak sesusah ini hidupku, aku bisa bermanfaat bagi setiap orang, menerangi setiap malam, hemmmmmm ia tergumam sendiri menyadari yang ia angankan itu hal yang mustahil. Setelah beberapa saat ia berteduh, bone pun melanjutkan perjalananya dalam menjaja jajanan pasar yang ia ambil dengan keuntungan yang lumayan untuk melunasi kebutuhan sekolahnya.
Kegitanya jual menjual jajanan dan apa saja yang bisa menghasilkan uang untuk biaya sekolahnya itu tidak diketahui oleh orangtuanya, tak jarang ia dimahari ibunya karena sering pulang telat. “Bone … kamu dari mana saja, malam begini baru pulang sekolah” begitu kira kira perkataan sang ibu dengan lantang dan gahar menanyainya. 


Bone pun menjawab “maaf bu….Bone keasikan bermain dirumah teman”. Ia merahasikan kegiatanya itu kepada ibunya dengan tujuan agar orang tuanya tidak merasa bersalah karena tidak mampu membiayai sekolahnya. Hari demi hari ia lalui dengan bersusah payah dengan perjuangan yang luar biasa. Sepulang sekolah ibunya bertanya kepada Bone “Bon, kamu yidak pernah minta uang sekolah ke ibu atau ke bapak, uang jajanpun belum kamu ambil yang biasa ibu titipkan di atas buku belajarmu” tanya ibunya dengan penasaran. “tidak bu…bone tidak jajan disekolah, dan uang sekolah Bone sudah di anggap lunas sama sekolah bu karena kita orang miskin, kata kepala sekolah bu” saut seorang Bone kepada ibunya. Padahal pada zaman itu belum ada bantuan apapun dari pemerintah.
“Syukurlah kalau begitu, kita harus mensyukuri setiap apa yang kita jalani yang Bon” nasihat sang ibu , “ya sudah sekarang kamu istrahat, sebelum istrahat kamu makan dulu, ibu sudah siapkan makanan di dapur, ikan asin dan terong goreng kesukaanmu” lanjut sang ibu dengan sedikit sembringah pada Bone. “ia,,,bu , terimakasih sudah memasakan kesukaan ku” jawab bone dengan gembira.
            Hidup seorang bone dipenuhi dengan kalimat syukur sehingga ia lupa bahwa sedang menjalani hidup sebagai anak seorang yang tidak mampu. Hari harinya dijalani dengan kegembiraan meskipun tidak sama dengan anak anak lain yang bisa menikmati masa kekanak kanankanya dengan bermain.
            Selain menghabiskan waktunya berjualan ia juga mengisi waktu waktu dengan terus belajar dan menengok keatas, mengingat cita citanya yang setinggi langi sembari menikmati teduhnya pepohonan rindang di desanya. Memahami alam dan isinya mungkin itu yang menjadi gaya dan cara berpikir seorang Bone, hingga ia tetap saja menikmati apapun kegiatanya dengan penuh rasa gembira dan berterimakasih kepadaNya.
            Tak jarang terpikir dibenaknya, “apakah aku bisa melanjutkan ke jenjang Pendidikan selanjutnya….? “ si Bone kecil dipusingkan dengan pikiran itu kembali. Namun ia tidak pernah patah dalam berjuang, akhirnya dia mencari sumber sumber penghasilan dengan lebih giat lagi agar dapat menabung lebih banyak demi melanjutkan ke SLTP.
            Beberapa tahun telah dilewati tidak terasa sampailah ia pada ujung penantian pengumuman kelulusan disekolahnya. Berkat keuletanya dalam belajar ditemani alam dan lingkungan, alhasil ia meraih juara kembali dalam kelulusanya itu.
Sampailah pada saat yang ia tunggu pembagian hasil ujian dan raport.Anak sekecil Bone dengan prestasi yang cemerlang dipersilahkan oleh gurunya menyampaikan sepatah dua patah kata dalam rangkaian acara kelulusanya di pagi itu di tahun 2006. Seperti inilah kira kira sambutan seorang bone dengan penuh bijaksana dengan sedikit keluguanya.
Yang kami hormati –
–    Bapak kepala sekolah SDN 1 Kalumpang dan guru guru
–    Bapak kepala desa Kalumpang atau yang mewakili beserta staf aparatur pemerintahannya
–    Bapak ibu wali murid yang hadir
–    Dan teman-teman yang di rahmati Allah
Puji syukur kehadirat Allah swt zat yang memberikan kenikmatan-kenikmatan yang tidak bisa dihitung.
Bapak ibu guru yang di rahmati Allah, Mungkin…Ini adalah hari terakhir kami di sini setelah enam tahun bersama. Tapi itu bukan berarti kami akan melupakan segala jasa-jasa mu dalam menunjuk ajari kami hingga detik ini. Begitu banyak hal yang sudah guru berikan untuk kami, tidak hanya ilmu, bahkan waktu sengaja engkau berikan untuk kami agar hidup kami lebih berarti. Kami berjanji akan terus belajar dan mengembangkan diri, karena Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Namun hal itu mungkin hanya sekedar angan bagi saya, entah nanti, saya mampu atau tidak melanjut ke jenjang SLTP. Saya terlahir dari keluarga yang sederhana berbeda jauh dari teman teman yang di sana sembari ia menunjuk temanya yang asalnya dari keluarga ternama. Namun hanya hanya punya mimpi yang jauh lebih tinggi dari langit yang kupadangi setiap sore. Dassar cita cita saya ialah merubah tarap hidup keluarga, mudah mudahan Tuhan menyertai dan mengizinkanku untuk melakukan itu, sambung Bone dengan sedikit menitik air mata
Untuk adik-adikku, disini kami sebagai kakak-kakak yang akan meninggalkanmu di sekolah tercinta ini ingin berpesan, belajarlah dengan baik, tuntut lah ilmu jangan sampai kalian merasa bosan dengan ilmu yang kalian cari, dan janganlah lupa untuk selalu  menghrmati dan patuh kepada bapak dan ibu guru. Untuk orang tua kami terimakasih telah menghantarkan kami di SDN 1 Kalumpang ini, sekolah yang mengajari ilmu dan bekal bekal yang berguan untuk kehidupan kami kedepanya, demikian dan terimakasih.” Begitulah patahan kata yang disampaikan oleh Bone, kemudian di ikuti riuh tepuk tangan haru dari wali murid yang datang.”
Setelah mendengar dan menyimak dalam dalam pidato yang disampaikan oleh Bone, seorang pendeta yang juga merupakan wali murid yang hadir di acara kelulusan tersebut tersentuh dan memiliki niatan untuk mmbiayai kebutuhan sekolah Bone di tingkat SLTP.
Sepulang dari sekolah dan selesainya acara kelulusan tersebut, pendeta tersebut mendatangi kediaman Bone sekeluarga yang tinggal di gubuk dengan beratapkan daun rumbia
( daun yang biasa dipakai suku Dayak ngaju sebagai atap rumah ).” Selamat sore” ucap sang pendeta mengucapkan salam sembari mengetuk pintu kediaman keluarag Bone.
            “ia… selamat sore “ sahut ibu Bone dari dalam rumah sembari membuka pintu rumah perlahan lahan. “hallo ibu ….” Ucap sang pendeta denga melemparkan senyum. “ehh pak Efron , silahkan masuk pak “ sahut ibunya Bone, kebetulan keluarga Bone sudah kenal akrab dengan pak pendeta tersebut bahkan tak jarang bapak Efron sering membantu mereka dalam memberikan pekerjaan kepada ayahnya Bone. Setelah becakap cakap tidak begitu lama dengan ibunya Bone. Tanpa berbasa basi dan menungu lama pak pendeta tersebut duduk dan menyampaikan niat baiknya kepada ibu Bone.
            “Begini bu …setelah saya mendengar pidato Bone tadi pagi saya menjadi mempunyai niatan untuk membantu bantu dalam hal memberikan santunan untuk dia agar bisa melanjutkan sekolahnya”lantun sang pendeta dengan wajah yang serius namun santun. “owwhh…!!! Begitu”sahut sang ibu dengan wajah sedikit bingung, setelah mendengar lanjutan ucapan dari pak pendeta. “tapi saya bisa membatu Bone di sekolah tempat saya mengajar, iya…di sekolah Kristen bu…” begitu lantunan kalimat yang disampaikan pendeta.
            “bukan maksud mau menolak niat baik bapak atau bagaimana, kabar gembira ini akan sebaiknya saya sampaikan kepada ayahnya bone dan terkhusus bonenya sendiripak, dan kebetulan ayahnya masih belum pulang dari lading” ucap ibu Bone.
            “owh…tidak masalah bu, setidaknya saya sudah menyampaikan niatan saya, yang menggambil keputusan tetaplah ibu dan bapak sebagai orang tuanya Bone, kalu begitu saya pamit dulu bu…” jawab santun sang Penyampai Firman itu.
            “ia pak,terimakasih atas kunjunganya dan niatanya, nanti saya sampaikan jikalau kami sudah memiliki keputusan’ sahut ibu Bone dengan riang.
            Selang tidak begitu lama Bone dan ayahnya kembali kerumah, dengan tidak menunggu lama lagi ibu sang Bone segera menyampaikan kabar baik dan niatan mulia sang Pendeta. Dia menceritakan semua apa yang disampaikan oleh pendeta kepada Bone dan ayahnya. Dengan sedikit terbata dan Bahasa yang rendah ayah Bone menjawab, “jangan, ayah bisa menyekolahkanmu disekolah yang terbaik”. Dengaan sedikit kata Bone menyelentak pelan, “bu,,,yah, Bone mau sekolah ditempat yang pak pendeta sarankan, toh semuanya sudah disediakan jadi Bone tidak merepotkan ayah dan ibu lagi.
            “Nak, jika kamu bersekolah disana kamu akan lebih jauh dari ayah dan ibu, secara otomati kamu harus tinggal di asrama Bersama mereka, secara tidak langsung kamu juga akan mengikuti ritual keagamaan mereka, apa kamu mau….? “ tanya ayah Bone sembari menasehatinya.
            “Ayah dulu ayah dan ibu mengajariku toleransi dengan agama lain harus mempelajari semua agar aku menemui siapa aku, dan beragama apa aku. Menurut Bone sekaranglah waktunya Yah,, Bu…izinkan Bone menemui Tuhan Bone sendiri, selama ini ibu telah di ajari oleh ayah denga ilmu agama, Bone tidak akan melupakan itu. Bone yakin akan menemukan Tuhan Bone disana, dan belajar dengan baik disana demi masa depan Bone bu…dan bone yakin ayah mereka tidak akan mempengaruhi Bone dengan ajaran mereka. Bone tahu pak Pendeta Efron juga memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dan toleransi sesame pemegang agama lain” ucap bone dengan serius tanpa maksud menggurui ayah dan ibunya.
             “Baik lah nak jika itu keputusanmu ayah akan mendukungmu, benar nak kamu harus menemui siapa dirimu … kamu harus menemui siapa Tuhanmu, bukan karena ajaran yang ayah sampaikan kepadamu, tapi atas penemuan mu sendiri dan atas rahmat Allah. Sekarang temui pak Efron dan sampaikan terimaksih ayah kepadanya” ucap ayah banu dengan sedikit keraguan melepas anaknya namu ia tetap yakin Bone akan menjadi Bone yang ia impikan.
            “terimakasih ayah” dengan wajah sumbringah Bone langsung mencium tangan sang ayah, kemudia pamit menjumpai pak Pendeta dan menyampaikan bahwa ia telah siap untuk bersekolah di tempat yang disarankan olehnya.
LANJUTANYA AKAN HADIR 1 MINGGU LAGI
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG POPULER DIBACA

CATATAN RASA