jauh di sana, aku ini sedang lupakan banyak mimpi yang pernah kita ukir. malam berganti pagi pun begitu dengan musim Aku tetap lah Aku, belum bisa menjadi Dia dan bukan juga Kamu, " karna aku masih disini " bersama dengan mimpi yang amat sayang untuk dikubur secepet ini.
Untuk saat ini biarkan aku masih berada di mimpi lamaku yang tak mau aku kubur meskipun dengan skenario yang berbeda. Sedang berada di titik Nol dengan seorang diri ini bukan hal yang mudah bagiku, tetap aku butuh sosok pembaharu dan harapanku dia muncul bukan dengan peran sepertimu. sosok yang lugu namun banyak yang tersembunyi dibalik anggun tingkahmu, dengan sengaja dan kasar aku ingin katakan itu munafik.
kala ia pergi
Ketika ia benar-benar pergi, seperti cahaya yang masih saja dapat ditemui ujung mataku, dia pergi seperti aku hanya angin yang tak kasat berlalu dan bukan apa-apa. Kepergian itu tak mampu kucegah hanya dengan cintaku, tapi mengapa kepergian seperti ini tak hanya mematahkan hatiku sepatah-patahnya, iya juga mematikan rasaku membuatku seperti tak bernafas. Sering sekali bahkan hatiku seperti ditindih batu besar menyesakkan sekali.
Dia telah jauh membelakangiku, kukejar semakin jauh saja, tak ku kejar alih-alih rindu akan sangat menyakitiku memaksaku memutar arah untuk mengejarnya. Namun sejauh apa ku berlari mengikuti jejaknya, terlihat semakin berpeluh dia beranjak menjauh. Aku tak bisa berbuat banyak, bahkan jika aku begitu percaya pada hatiku ~ dia masih mencintaiku.
Banya tanya yang muncul dalam benak, kecemasan akan keadaanya menjadiku resah, akan kah dai baik baik disana, rindu tak lama menjadi beban bagiku. Derita cerita cinta yang begitu menyiksa duhai rasa kembalilah aku ingi beralih pada cerita baru. Putus asa selalu menyelimuti setiap hari, kadang ada benci karena dia menghianati janji, tak lupa lagi ku beri sangka dengan doa yang hakiki terpanjat dalam setiap asa ku berjumpa padang sang Kuasa.
Akan kah ia lupa dengan semua cita cita yang terbangun dengn rapi dalam ruang yang bernama janji setia. Mungkin baginya itu hanya bualan belaka, namun bagiku itu ucapan yang bisa di pegang dari seorang pecundang seperti aku. Tidak banya yang ku punya selain kata mesra dalam bebrapa sajak jujurku tapi itu bukan hal berari baginya. Dendam dengan rasa yang tak bersambut, memang sulit jika mencinta hanya sepihak, apa boleh dikata inilah nasib sang durjana.
Jadilah pecundang yang bijak sana dalam menangggapi cinta itu pesan dari rasa yang ada dalam jiwa, karena itulah sangsi bagi hamba yang terlalu banyak berharap kepada manusia. Kini ku tak pernah berpura pura dalam hal bercinta namun tetap diterpa badai askara yang tak berujung indah. Tak mau lagi kubermain cinta, buakan karena ku trauma, namun mencintai diri sendiri lebih baik dan belajar sedikit dewasa dalam memilih cinta, agar air mata juga lebih dewasa dalam melepasnya.